Kenapa manusia tidak bisa langsung jalan sejak lahir?

J.S. Khairen
3 min readNov 26, 2021

Di kampung saya waktu kecil, jika ada sapi melahirkan, maka orang akan menontonnya. Begitu sapi mungil itu keluar, ia langsung bisa berdiri, berlari patah-patah di belakang induknya, juga langsung bisa memakan rumput.

Tapi kenapa manusia tidak bisa ya? Langsung berlari, langsung makan sejak bayi? Wah mengerikan sekali jika anak-anak kita, begitu mengoek keluar dari perut ibunya, langsung balap liar.

Kenapa ya kira-kira? Ini karena otak kita belum berkembang sempurna, begitu juga organ-organ lainnya.

“Kalau tangan sudah sampai telinga, berarti kamu udah gede!” Pernah gak mendengar ini waktu kita kecil?

“Wah aku sudah sampai telinga, kamu belum. Berarti aku udah besar, kamu main sana sama anak-anak aja sana. Syuh, syuh.” Canda kita pada teman-teman saat SD-SMP. Tapi apakah ada anak monyet yang seperti itu, ketika bersama teman-temannya? Atau ada anak kuda yang bilang “Wah saya sudah bisa berlari dan meloncat melewati batu, kamu belum, breeehhhh, kamu masih kuda anak-anak, pergi sana. Dasar bau!”

Pada usia 25, barulah otak kita bisa dibilang berkembang secara penuh. Salah satunya yang terasa adalah, munculnya gejala recognizing peer pressure. Alias kita baru menyadari di usia ini, ada tekanan dari lingkungan sekitar, dari rekan sebaya. Untuk sesukses mereka mungkin? Untuk segera punya pekerjaan bagus, atau segera menikah? S2? Dsb? Mungkin ini juga yang menyebabkan ada istilah quarter life crisis.

Eh tapi ya, meski sebelum usia 25, kita sudah bisa berkembang banyak hal dibanding hewan-hewan. Setelah usia 25 pun, kita masih bisa belajar banyak hal baru. Apa ada sapi yang setelah usia 6 tahun misalnya, dia mendaftar program ilmu tertentu? Tidak ada kan. Itu karena otak mereka tak berkembang lagi, evolusi sapi dan manusia jelas beda sekali. Jadi ya ndak usah takut, kamu merasa belum apa-apa di usia 25. Toh selagi ada otak, kamu bisa membuat hidupmu terus berkembang.

Perkembangan otak manusia sejak saat masih di zaman goa, sampai ke zaman sekarang, wuih, sudah canggih sekali evolusinya. Dulu, cerita-cerita itu tertulis di dinding goa, kini cerita hadir dalam bentuk novel. Bahkan ada juga yang tak ada lagi bentuk cetaknya, adanya bentuk e-book di Google Play Book. Seperti karya-karya saya. Nah, apa ada monyet berkembang sehebat itu dari zaman goa hingga sekarang? Cobalah cari di Google Play Book, memangnya ada novel yang ditulis seorang monyet? Nah, otak hewan, tak berkembang hebat seperti manusia.

Organ yang tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, bernama otak ini, ternyata hebat betul ya? Ia ibarat operating system. Mengendalikan semua yang ada di tubuh, tidak hanya organ-organ, tapi juga kemauan, semangat, rasa takut, jatuh hati, segala macam. Otak juga bisa mengendalikan dirinya sendiri.

Wah, kalau saya sih, punya alat yang canggih begitu, saya gak mau menyia-nyiakannya. Apa lagi kalau harus diisi dengan hal-hal unfaedah, drama gak jelas. Memenuhi hari dengan hal-hal busuk. Mending saya baca buku, cari teman-teman baru yang hebat, belajar hal-hal baru, memenuhi hari dengan pertanyaan dan petualangan.

Tibalah tulisan ini pada bagian akhir.

Jika kita tahu otak terus berkembang, maka setiap hari kita bisa mengisinya dengan hal-hal apa saja. Jika kita mengisi dengan hal-hal buruk, maka akan jadi orang seperti itulah kita. Jika kita isi dengan hal-hal baik, dengan skil-skil baru, misal kita belajar memasak terus-terusan katakanlah lima tahun, maka makin dekat nama kita pada predikat koki handal. Jika kita masuk sekolah pilot, kita memprogram otak kita dengan pelajaran-pelajarannya, tekun, maka kelak kita akan menerbangkan pesawat.

Eh, mana ada kambing atau sapi yang menerbangkan pesawat? Kereta langit itu, adalah hasil dahsyatnya evolusi otak manusia. Tahukah kamu, pesawat pertama itu dibuat tahun 1903 oleh Wright Bersaudara? Itu baru kemarin loh, baru 100an tahun yang lalu. Bayangkan 200, 500, 1000 tahun lagi seperti apa. Sekarang coba cari apa yang dilakukan monyet atau kerbau 100 tahun lalu? Apa tidak berbeda jauh, atau tidak ada perbedaan sama sekali?

Nah kawan, selamat menggunakan otak manusiamu yang super canggih itu. Salam, J.S. Khairen, penulis novel serial ‘Kami (Bukan) Sarjana Kertas, ‘Kami (Bukan) Jongos Berdasi, ‘Kami (Bukan) Generasi Bac*t,’ dan ‘Kami (Bukan) Fakir Asmara.’

*foto sapi: Grandos Zafna, untuk detik finance, 29 Maret 2021

--

--

J.S. Khairen

📒 Novelis yang membuatmu candu 📝 Daftar karya & cara memiliki buku: link di bio (buku fisik & ebook) 📱CP 081212134951 | linktr.ee/jskhairen