FB, Meta dan PR Besarnya dalam Propaganda Terkomputasi.

J.S. Khairen
2 min readOct 29, 2021

Facebook baru saja rebranding jadi Meta. Lebih tepatnya, ini jadi induk perusahaan. Wajar, mengingat fungsinya sudah meluas sekali sejak pertama dibangun. Dulu hanya untuk berteman, sempat dilupakan sebentar, lama-lama jadi seperti KTP elektronik: semua hal log-in pakai FB. Sekarang hampir apa saja — betulan hampir apa saja ada di sana.

FB atau Meta ini ibarat induk dari segala macam induk sosial media. Jika Anda sudah lama tak main FB, cobalah tengok sebentar. Kemampuannya menyebarkan satu informasi, membentuk opini dan psikologi massa sangat hebat. Di balik itu semua, berdampak pada pemasukannya yang juga hebat betul. Tahu berapa pemasukan FB pada 2020 kemarin? Rp 411 triliun. Ini 25% dari APBN Indonesia di tahun yang sama.

Dengan uang sebanyak itu, masa sih, FB dan semua sosial media turunannya tak bisa mereduksi dampak propaganda terkomputasi? Penyebaran hoax? Hate-speech? Toxic behaviour penggunanya? Loh wait, apa itu propaganda terkomputasi?

Bagi yang mengikuti perkembangan Pilpres Amerika Serikat dan Brexit, wah itu kental sekali propaganda terkomputasinya. Orang didesain untuk bermusuhan. Didesain untuk saling maki, saling serang, saling benci. Kemudian hari, terbongkar di belakangnya ada konsultan yang bekerja untuk itu.

Ini bukan hal baru. Sudah luas di bahas di mana-mana. Kejahatan elektoral. Membuat kubu-kubuan. Membuat orang saling serang baik di dunia nyata, atau bahkan dunia maya. Yang mana ternyata sutradara di belakangnya adalah orang-orang berkepentingan busuk.

Di Indonesia, apakah terasa juga? Hehe. Gak tahu deh.

Banyak yang bilang FB ini sosmed mati, punya generasi tua, tapi tidak. Mereka terus berkembang. Tulisan saya tentang negosiasi anak dan orangtua, sampai sejutaan yang baca di facebook. Bahkan saya baru tahu kemarin. Yang baca: anak muda, dan orang tua, pasangan baru, guru-guru, dsb.

Beberapa hari lalu, saya unggah tulisan di medsos. Tentang hubungan negosiasi anak muda dengan orangtua yang terkesan rumit namun mudah, nan mudah tapi rumit. Saya kaget tulisan itu dibaca sampai 1.5 juta orang. Saya jarang mengurus FB, tulisan yang saya unggah di sana, hanya mirroring dari IG. Tapi kemarin, saya dapat notifikasi kalau tulisan itu ramai.

Terjadi diskusi yang sejuk dan dinamis di kolom komentarnya, juga di tautan yang terus dibagikan para penggunanya. Dalam hati saya berkata, wah kalau facebook kembali punya tempat untuk hal-hal begini, maka orang jelas akan kembali lagi, atau malah datang lebih banyak lagi. Mau menggunakan platformnya secara proporsional.

Cuma satu harapan untuk Meta, wajah baru FB ini. Apa lagi di Indonesia sudah ada timnya: Semoga bisa mengurangi residu propaganda terkomputasi di ranah publik. Khususnya di Indonesia.

Harusnya sih, dengan rebranding ini, Meta bisa lebih serius memerangi propaganda terkomputasi, penyebaran hoax dan liarnya hate-speech ini ya. Membuat ruang yang ramah untuk penggunanya.

Biar bagaimana pun, dunia kita hari ini dan mungkin puluhan-ratusan tahun ke depan, takkan lepas dari yang namanya interkonektivitas. Salah satu pipa besarnya adalah media sosial seperti Meta (atau masihkah kita harus memanggilnya sosial media?)

Ruang yang ramah, akan memberikan dampak baik. Ruang yang marah, ya, sudah tahu sendirilah dampaknya kira-kira bagaimana.

Salam. J.S. Khairen, penulis novel serial “Kami (Bukan) Sarjana Kertas,” dan novel “Melangkah.”

--

--

J.S. Khairen

📒 Novelis yang membuatmu candu 📝 Daftar karya & cara memiliki buku: link di bio (buku fisik & ebook) 📱CP 081212134951 | linktr.ee/jskhairen